Pages

Friday, January 1, 2010

KELAHIRAN SANG PURNAMA

Kelahiran Nabi Muhammad Saw. di muka bumi merupakan titik temu perjumpaan  antara Muhammad Hakiki yang diciptakan dari Nurullah dengan  Muhammad Basyari yang dilahirkan oleh Aminah. Dialah sosok Insan Kamil,  manusia paripurna  sebagai perwujudan-Nya di muka bumi. Peristiwa penting tersebut terjadi pada tahun yang dikenal bangsa Arab  dengan tahun Gajah. 


Setelah Hasyim meninggal dunia, Abdul Muthalib sebagai putranya menggantikan kedudukan bapaknya mengurus air dan persediaan makanan bagi para tamu yang mengunjungi Ka'bah. Abdul Muthalib dibantu Haris, anak tunggalnya.  Setiap hari Abdul Muthalib dan putranya mengambil air dari tempat yang jaraknya cukup jauh. Kemudian air tersebut dikumpulkan pada sebuah kolam dekat Ka'bah. Begitu banyaknya para tamu yang mengunjungi Ka'bah, sampai Abdul Muthalib merasa kewalahan menyediakan air. Melihat hal itu, Abdul Muthalib berpikir tentang persediaan air tetap bertahan.

Keinginannya mendapatkan sumber air dekat Ka'bah begitu kuat, bahkan terbawa dalam mimpinya. Dalam mimpinya ia disuruh menggali sumur tua yang sudah berpuluh-puluh tahun tertimbun barang-barang dan tanah. Ternyata sumur tersebut adalah legenda masyhur dalam kisah perjalanan Nabi Ismail dan ibunya ketika kelelahan mencari air. Sumur tersebut hingga dikenal dengan sumur Zamzam.Keesokan harinya, Abdul Muthalib langsung mencari letak sumur tersebut. Letak sumur itu di antara dua patung Isaf dan Nila, tidak jauh di sekitar Ka'bah. Setelah dilakukan penggalian, tidak lama kemudian dari dalam tanah tersembur air yang sangat deras setelah dua pangkal pelana emas dan pedang Mudzadz disisihkan. Abdul Muthalib merasa senang dengan ditemukan kembali sumur Zamzam sehingga tidak susah payah mengangkut air dari tempat yang jauh. Namun demikian, karena Abdul Muthalib hanya dibantu anaknya, dirinya masih merasa kerepotan mengurus sumur itu. Sejak itu, muncul harapan kuat untuk mempunyai anak yang banyak supaya dapat membantu tugas sehari-hari mengurus Ka'bah dan para tamu. Akhirnya, Abdul Muthalib bernazar, "Seandainya nanti aku mempunyai anak sepuluh, maka salah satunya akan saya sembelih sebagai kurban untuk Tuhan." 

Abdullah dan 100 Unta

Keinginan Abdul Muthalib terpenuhi sudah. Setelah anaknya yang kesepuluh lahir, Abullah namanya, Abdul Muthalib teringat akan nazarnya. Abdul Muthalib ingin menepati nazarnya dengan menyembelih salah satu anaknya sebagai persembahan terhadap Tuhan. Abdul Muthalib kemudian mengumpulkan seluruh anak-anaknya untuk diberikan penjelasan tentang nazarnya. Ternyata semua anaknya bisa menerima dan bersedia menjadi kurban. Setelah itu, setiap anaknya disuruh menulis nama masing-masing di atas qidh (anak panah), kemudian Abdul Muthalib membawanya ke juru qidh di tempat berhala Hubal yang berada di tengah-tengah Ka'bah. Juru qidh mengocok semua anak panah yang sudah dicantumi nama-nama, ternyata yang keluar nama Abdullah, anak bungsunya. Setelah itu,  Abdullah dituntun Abdul Muthalib menuju tempat penyembelihan dekat Zamzam yang terletak antara berhala Isaf dan Naila.
Akan tetapi masyarakat Quraisy yang ikut menyaksikan peristiwa tersebut tidak setuju apabila Abdullah disembelih. Mereka memberikan saran supaya Abdul Muthalib bernegosiasi dengan berhala Hubal --melalui seorang dukun sebagai perantara-- agar Abdullah dapat diganti dengan harta sebagai tebusan. Setelah mendengar saran tersebut, Abdul Muthalib pergi ke seorang dukun wanita di Yastrib.   Setelah sampai di rumah dukun, Abdul Muthalib menyampaikan maksudnya.  "Berapa tebusan yang kamu siapkan," tanya dukun. "Sepuluh unta," jawab Abdul Muthalib. "Kalau begitu, kamu pulang terus lakukan pengundian. Kalau yang keluar nama anakmu berarti harus ditambah sepuluh sampai akhirnya yang keluar nama unta. Setelah nama unta keluar berarti  sebagai pertanda sang dewa sudah berkenan," jawab dukun. Abdul Muthalib merasa lega dengan nasihat sang dukun karena Abdullah tidak jadi disembelih.
Sampai di Mekkah, Abdul Muthalib melakukan apa yang disarankan oleh dukun. Pada saat dilakukan pengundian pertama hingga kesepuluh nama Abdullah selalu keluar. Berarti Abdul Muthalib harus mengganti setiap undian dengan sepuluh unta. Karena nama Abdullah keluar sepuluh kali maka jumlah semuanya menjadi seratus ekor unta. Namun ketika undian yang kesebelas yang keluar adalah nama unta, bukan nama Abdullah. Namun Abdul Muthalib masih belum yakin hingga diulang sampai tiga kali. Ternyata nama unta yang keluar secara terus menerus. Setelah itu, Abdul Muthalib baru merasa yakin dan lega. Berarti sang dewa sudah berkenan menerima tebusan seratus ekor unta untuk menggantikan nyawa Abdullah.


Ka'bah dan Abraha 

Secara geografis Mekkah merupakan tempat yang sangat strategis. Selain memiliki  Ka'bah sebagai tempat ritual tertua bangsa Arab, juga memiliki sumber mata air mineral, Zamzam. Para pedagang dari wilayah jazirah Arab menjadikan Mekkah sebagai transit sekaligus tempat ibadah. Mekkah benar-benar berkembang menjadi pusat perdagangan dan ibadah di Jazirah Arab. Keadaan seperti itu membuat masyarakat luar Mekkah merasa iri. Sehingga banyak masyarakat luar Mekkah mencoba membangun tempat ibadat di wilayah masing-masing dengan menduplikasi Ka'bah. Di Hira Ghasaan dibangun rumah suci yang bentuknya persis menyerupai Ka'bah. Begitu juga Abraha Al Asyram yang tidak mau ketinggalan membangun rumah suci seperti Ka'bah di Yaman. Bahkan rumah sucinya dihias mewah melebihi Ka'bah. Namun, orang-orang Arab tidak terpengaruh dengan duplikasi Ka'bah tersebut. Mereka tidak bisa berpaling dari Ka'bah, bahkan mereka menganggap tidak akan sah melakukan ritual terhadap dewa kalau tidak dilakukan di Ka'bah.

Melihat fakta itu membuat Raja Abraha berpikir keras, bagaimana memalingkan orang-orang Arab dari Ka'bah. Akhirnya, satu-satunya cara adalah dengan merobohkan Ka'bah. Untuk memudahkan usahanya, Raja Abraha memprovokasi masyarakat supaya bersatu menghancurkan Ka'bah. Dan Abraha berhasil. Ia mengumpulkan pasukan yang jumlahnya sangat besar yang didatangkan dari Abinisia. Raja Abraha dengan angkuh menunggang gajah diiringi ribuan pasukannya. Rencana Abraha untuk menghancurkan Ka'bah tercium, sehingga masyarakat Arab menjadi cemas dan khawatir namun bersiaga. Dhu Nafar, seorang bangsawan Yaman mengerahkan pasukan untuk menghalau pasukan Abraha. Namun perlawanannya tidaklah berarti, bahkan dirinya tertangkap. Begitu pun, Nufail bin Habib. Bersama masyarakat dari kabilah Syahran juga melakukan perlawanan terhadap Abraha, namun mereka tidak mampu mengalahkan kekuatan Abraha, hingga akhirnya ia sendiri disandera sebagai penunjuk jalan menuju Mekkah. Ketika Abraha sampai di kota Thaif, masyarakat Thaif sangat ketakutan karena khawatir rumah suci mereka menjadi sasaran pasukan Abraha. Kemudian mereka menyampaikan bahwa rumah suci mereka bukanlah Ka'bah melainkan hanya rumah berhala Latta.  Setelah perjalanan mendekati kota Mekkah, Abraha mengirim Hunata dari Himyar menghadap Abdul Muthalib bin Hasyim sebagai juru kunci Ka'bah untuk menyampaikan tujuannya. Bahwa kedatangan Abraha dan pasukannya bukan untuk perang dengan masyarakat Mekkah melainkan hanya ingin menghancurkan Kabah. Karena itu, jika penduduk Mekkah tidak melakukan perlawanan maka tidak akan terjadi pertumpahan darah.   
Abdul Muthalib bersama anak-anaknya menemui Abraha untuk bernegoisasi. Dalam negosiasi, Abdul Muthalib bersedia membagi sepertiga harta Tihama yang telah dirampas kepada Abraha, dengan catatan Abraha bersedia membatalkan niatnya merobohkan Ka'bah. Namun permintaan tersebut ditolak. Setelah gagal bernegosiasi, Abdul Muthalib beserta anak-anaknya kembali ke Mekkah. Ia mengajak masyarakat agar segera meninggalkan Mekkah. Pada suatu malam sebelum meninggalkan Mekkah, Abdul Muthalib dan beberapa orang Quraisy  berkumpul di Ka'bah bermunajat kepada Tuhan memohon perlindungan supaya Ka'bah diselamatkan. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan Mekkah dengan perasaan sedih. Malam itu kota Mekkah berubah  menjadi kota mati karena sepi ditinggalkan warganya. Namun ketika Abraha dan pasukannya sudah mendekati Mekkah, tiba-tiba datang angin yang sangat kencang.  Ternyata angin tersebut menyebarkan virus mematikan sehingga pasukan Abraha terkena wabah gatal-gatal dan cacar. Serangan virus tersebut demikian dahsyat, sehingga pasukan Abraha banyak yang tewas. Abraha juga ikut tertular virus tersebut. Akhirnya ia memutuskan kembali ke Yaman. Namun tak lama Abraha meninggal dunia, karena virus ganas dalam tubuhnya terus menggerogoti. Peristiwa tersebut disebut sebagai tahun Gajah. Dan peristiwa ini diabadikan Alquran dalam surat al-Fiil.


360 Berhala Mengelilingi Ka'bah 

Tradisi masyarakat Arab pada masa Jahiliyah adalah menyembah berhala, minum khamar, main perempuan, berjudi, hingga membunuh bayi wanita. Tiap malam mereka berpesta dengan minum-minuman, main perempuan, dan berjudi di sekitar Ka'bah. Ka'bah yang dipenuhi ratusan berhala sekitar 360 berhala itu juga sebagai ajang pemujaan dengan menari-nari telanjang mengelilingi Ka'bah. Dengan tradisi seperti itu para kepala suku dan kabilah memiliki kepentingan bersama. Mereka mengadakan perjanjian bersama untuk menjaga Ka'bah dari serangan musuh. Komitmen tersebut  mereka gantung di tembok Ka'bah supaya disaksikan oleh sang berhala. Dengan harapan bagi siapa pun yang melanggar kesepakatan tersebut akan mendapatkan  kutukan dari sang berhala. Di tengah kehidupan masyarakat Arab saat itu, desas-desus dari ramalan para rahib dan ahli kitab yang mengatakan bahwa nanti akan datang seorang nabi yang  lahir di kota Mekkah cukup membuat heboh masyarakat. Abu Sofyan pernah marah besar kepada Umayya ketika ia sering membicarakan ramalan tersebut. "Ramalan rahib itu hanya ilusi karena mereka semua bodoh tidak tahu tentang agama sehingga mereka membutuhkan nabi sebagai pemberi petunjuk. Sedangkan kita tidak perlu nabi karena kita sudah punya berhala yang dapat dijadikan sarana mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena itu, kita harus tentang segala bentuk pembicaraan tentang ramalan nabi tersebut," jelas Abu Sofyan kepada masyarakat Arab. Begitu takutnya para pemimpin suku-suku dengan  merebaknya isu itu. Mereka khawatir Tuhan-tuhan yang mereka sembah  yang menjadi warisan  nenek moyang akan ditinggalkan.


Abdullah Menikah 

Abdullah adalah putra bungsu dari sepuluh bersaudara. Setelah menginjak dewasa, Abdullah menjadi sosok pemuda gagah membuat para gadis Mekkah sangat tertarik dengannya. Apalagi di balik ketampanannya tersimpan cerita penebusan  seratus ekor unta. Ketika usianya menginjak dua puluh empat tahun, Abdul Muthalib, menjodohkan dirinya dengan Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Az Zuhra.
Sesuai tradisi, setelah acara pernikahan berlangsung, Abdullah harus tinggal selama tiga hari di rumah Aminah. Sesudah itu, mereka berdua dapat pindah ke rumah keluarga Abdul Muthalib. Pada suatu malam, Aminah mendapat bisikan dalam mimpinya, "Bahwa dirimu sedang mengandung seorang pemimpin umat manusia dan dia manusia terbaik di alam semesta. Ketika dia lahir nanti berilah  nama Muhammad."
Malam-malam pengantin baru dilalui. Tetapi tak berapa lama, Abdullah pergi  meninggalkan istri  tercintanya yang sedang hamil untuk berdagang ke Syuria, Gaza dan Madinah. Setelah sampai di Madinah, Abdullah singgah ke tempat saudara-saudara ibunya untuk istirahat. Ketika hendak melanjutkan perjalanannya ke Mekkah beserta kafilah yang lain, tiba-tiba Abdullah jatuh sakit sehingga tidak bisa pulang bersama rombongan. Begitu sampai di kota Mekkah, rombongan kafilah segera menyampaikan kabar tentang Abdullah kepada keluarganya. Mendengar berita sakitnya Abdullah, Abdul Muthalib sangat cemas. Begitu juga Aminah, sangat sedih mendengar suaminya sakit.

Abdul Muthalib kemudian menyuruh Haris, putra sulungnya, menyusul  Abdullah. Namun ketika Haris sampai di Mekkah, ia mendengar kabar yang menyedihkan. Ternyata Abdullah sudah meninggal dunia dan sudah dikuburkan. Dengan perasaan sedih dan pilu, Haris kembali ke  Mekkah. Adik yang ia cintai dan pernah bersama-sama merasakan pahit getirnya kehidupan telah pergi. Sesampainya di rumah, Haris menceritakan kepada keluarga berita kematian Abdullah. Mendengar berita tersebut, Abdul Muthalib, Aminah dan saudara-saudara lainnya sangat sedih dan berduka. Aminah sangat terpukul dengan kematian suaminya. Meski belum lama bersama suaminya, kesedihannya memuncak ketika teringat bayi dalam kandungannya. Kebahagiaan untuk bisa berkumpul bersama suami dan anak tercinta pupus, tinggal sisa-sisa kenangan dan kesedihan yang menyayat jiwa.  

Kelahiran Sang Purnama

Usia kandungan Aminah genap sembilan bulan, tibalah saat-saat persalinan. Pada malam persalinan, wanita yang hadir ikut menemani Aminah adalah Asiyah dan Maryam yang dikenal sebagai wanita yang suci. Ketika sedang terjadi persalinan terpancarlah cahaya yang memenuhi seluruh ruangan. Muhammad dilahirkan menjelang subuh pada malam Senin tanggal 12 Rabiul Awal. Muhammad terlahir dalam keadaan bersih, tidak ada ceceran darah, sudah dikhitan, tali pusarnya pun sudah terputus, bau wanginya sangat semerbak, rambutnya tertata rapi layaknya rambut yang diberi minyak, di sekitar mata terlihat hitam celak yang menghiasinya.
Aminah menyampaikan berita kelahiran anaknya kepada kakeknya Abdul Muthalib. Mendengar cucunya sudah lahir, dengan gembira Abdul Muthalib pergi melihat cucunya. Abdul Muthalib menggendong Muhammad masuk ke dalam Ka'bah dan berdoa di dalam Ka'bah. Doa itu sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah yang diberikan kepadanya, sekaligus pelipur lara atas duka kepergian Abdullah.

Pada malam berikutnya, Abdul Muthalib mengadakan acara syukuran dengan menyembelih unta sebagai ungkapan syukur sekaligus memberi nama pada sang bayi. Bayi itu bernama Muhammad. Sebenarnya nama tersebut tidak umum di kalangan orang Arab. Ketika salah seorang seorang bertanya "Kenapa tidak memakai nama nenek moyang?". Abdul Muthalib menjawab "Aku berharap ia nanti sesuai namanya menjadi orang yang terpuji di langit dan di bumi". Pada saat kelahiran Nabi Muhammad Saw. terjadi bermacam-macam mukjizat, sebagai bukti kenabian manusia pilihan Allah. Seluruh makhluk di bumi dan langit, dari timur hingga barat turut bahagia menyambut kelahiran Muhammad. Bahkan semua binatang, di darat maupun di laut ikut berbicara sebagai ungkapan kegembiraannya. Para jin pun ikut bergembira dengan memberi kabar kepada para dukun dan rahib bahwa manusia paripurna telah lahir di muka bumi. Sebaliknya, berhala-berhala kaum Jahiliyah berjatuhan dengan sendirinya. Tuhan Api kaum Majusi juga padam dengan sendirinya. Demikianlah, ketika Allah sedang berkehendak ingin menampakkan wujud Muhammad Hakiki yang diciptakan dari Nurullah ke dalam  Muhammad Basyari yang memiliki ruh, jiwa dan jasad. Dia menjadi sosok Insan Kamil, manusia paripurna  yang menjadi  perwujudan-Nya di muka bumi.

Sumber






No comments:

Post a Comment