Pages

Wednesday, December 30, 2009

Pesona Keramat



Mahasuci Allah yang telah menutupi rahasia keistimewaaan orang pilihan dengan tampaknya sifat-sifat kemanusiaan, dan yang telah menampakkan kebesaran sifat-sifat ketuhanan dengan mewujudkan penghambaan.



Orang-orang yang telah dipilih Allah untuk memperoleh (keramat), adalah orang-orang yang diistimewakan Allah. Dan Allah menyempurnakan keistimewaan hamba-hamba-Nya dengan cara menyembunyikan dibalik sifat-sifat basyariah (jasmani), sehingga hamba yang isitimewa ruhaninya, jasmaniahnya tampak biasa dan tetap dapat berinteraksi dengan sesamanya (makhluk lahiriah). “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.’ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al Kahfi : 110)

Mendapat pertanyaan dari para muridnya tentang keramat, Syekh Abul Hasan Asy Ayadzili kemudian menjelaskan tentang apa itu keramat. Keramat adalah kemuliaan dari Allah yang diberikan kepada manusia yang jasmani, jiwa dan ruhaninya tak pernah berpaling dari Allah. Di antara keramat para siddiqin demikian Asy Syadzili menyebut manusiayang selalu memandang Allah adalah, selalu taat dan ingat pada Allah secara istiqomah, zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi), dan bias menjalankan perkara yang luar biasa, seperti melihat bumi, berjalan diatas air dan sebagainya. Mereka yang terpesona dan mengharapkan keramat Allah adalah orang yang lebih bodoh dari orang yang tak menyakini adanya keramat.

Di dalam Mindhajul Abidin, Imam Al Ghazali menyebut ada 40 keramat dari Allah yang diberikan kepada manusia yang menyegerakan diri menuju kepada Allah. Dua puluh diberikan di dunia dan 20 keramat yang lain diberikan di akherat. Keramat itu dimulai dari lisan sampai detak jiwa dan ruhnya, yang sealalu menyebut dan memuji Allah, hingga keramat untuk bertemu dengan Allah. Keterangan Al Ghazali itu dikutip oleh Syekh Muhammad Nafis Al Banjari, di dalam kitab Ad Durr An Nafis atau permata yang indah.

Keramat dari Allah sejatinya melimpah. Ia tidak hanya terbatas kepada hal-hal yang bersifat khariqul adah (di luar kebiasaan manusia) melainkan lebih luas. Keramat kariqul adah bias berupa kemampuan berjalan di atas air, menembus dinding, tidak mempan dibacok atau ditembak dan sebagainya. Keramat dalam pengertian yang lebih luas bias berupa anugerah harta, ilmu, kesehatan dan sebagainya. Hanya manusia yang tidak berfikir, yang tidak memahami tentang keramat dari Allah.

Tujuan Allah menganugerahkan keramat kepada siapa saja yang Dia kehendaki adalah untuk menguatkan kenyakinan bahwa jika Allah menghendaki, sesungguhnya tidak ada yang bisa menghalangi dan pasti harus terjadi. Keramat dalam konteks ini harus dipahami juga sebagai wujud kasih sayang Allah kepada hamba yang dicintai-Nya. Mereka adalah orang-orang siddiqin kata Asy Syadzili, para wali Allah menurut sebagian ulama, atau orang-orang yang istiqomah kata mualif.

Tentang keramat, karena itu harus dipandang dan disikapi dengan hati-hati. Bukan saja karena keramat itu bisa juga diberikan kepada orang yang belum benar-benar istiqomah, selain diberikan kepada Wali Allah, namun karena pada hakikatnya keramat itu dari Allah memiliki makna positif dan negatif. Makna positif dan negatif dalam hal ini harus dipahami bukan semata karena sifat keramat itu sendiri, melainkan lebih karena akibat yang ditimbulkan oleh adanya keramat itu.

Keramat positif adalah kemuliaan dari Allah, yang diberikan atau ditunjukkan kepada seseorang sehingga dapat menambah kuat keyakinan, dan menambah kedekatan oranng tersebut kepada Allah. Misalnya orang yang dianugerahi Allah dengan kekayaan melimpah lalu orang tersebut hanya menafkahkan seluruh hartanya di jalan Allah; orang yang memiliki kedudukan atau jabatan penting tertentu dan memanfaatkan jabatan dan kedudukkannya hanya untuk kepentingan agama dan perjuangan di jalan Allah.

Banyak contoh nyata tentang orang yang dikaruniai keramat, namun makin menambah keyakinan dan kedekatan orang tersebut kepada Allah. Salah satu keramat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW, adalah kesanggupan membelah bulan hanya dengan telunjuk jari tangannya. Namun dengan keramat yang dimilikinya, Nabi juga dikenal sebagai orang yang paling dekat dengan Allah. Ketikan nabi Musa As, diberi keramat oleh Allah dengan kemampuan membelah lautan, hal itu semakin menyebabkan Musa tidak berpaling kepada Allah.
Keramat negative (istidzroj) adalah keramat yang ketika Allah memberikannya kepada seseorang, orang tersebut lalu semakin jauh dari Allah dan bahkan berpaling. Tidak sedkit yang mendapat kedudukan  dan jabatan yang kemudian ingkar kepada Allah. Banyak orang yang berilmu tapi menjadi penentang Allah. Mereka yang sehat tidak pernah menggunakan waktunya untuk mengingat dan memuji Allah. Mereka yang berjalan menuju Allah dan berguru kepada seorang  Mursyid hanya terpesona dengan keramat Mursyid. Bagi orang-orang semacam itu, keramat dari Allah telah menjadi tujuan dan bukan sebagai sarana , sehingga keramat dari Allah kemudian mengunci jasmani, jiwa dan ruh mereka untuk memandang kepada Allah.
Pada zama Nabi dikisahkan seorang yang bernama Sa’labah. Orang ini hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Pakaian yang dimiliki hanya selembar itu pun harus dikenakan bergantian dengan istrinya, sementara makan pun jarang di dapatkan, pada suatu hari memintalah Sa’labah kepada Nabi, agar Nabi mendoakannya menjadai orang yang berharta. Alasanya agar dia bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Ketika nabi berujar, “kamu tidak akan kuad wahai Sa’labah,” Sa’labah memaksa Nabi sehingga Nabi pun mendoakan seperti yang diinginkan oleh Sa’labah. Singkat cerita, kayalah Sa’labah dengan memiliki ternak kambing yang sangat banyak. Namun kambing itu pulalah yang kemudian menyebabkan Sa’labah sibuk. Dia mulai ketinggalah shalat berjamaah bersama Nabi. Ketika jumlah kambingnya semakin banyak, dia bukan saja kemudian tak muncul di mesjid melainkan juga lupa membayar zakat.
Nabi mengirim utusan untuk mengingatkan Sa’labah agar setidaknya ia membayar zakat tapi Sa’labah menolak dengan berbagai alasan. Nabi yang mendengar penolakan Sa’labah lalu berucap, “Celakalah Sa’labah.” Bersamaan dengan ucapan Nabi, pada saat itu Sa’labah menyadari kekeliruannya. Namun kesempatan yang baik telah disia-siakan oleh Sa’labah sehingga diceritakan kemudian, Sa’labah akhirnya tersesat oleh kekayaan dunianya.
Kisah Sa’labah dan orang-orang yang memburu keramat Allah disbanding mengejar Allah, adalah beberapa contoh dari keramat  negative. Para salikin yang terpesona dengan keramat yang dimiliki oleh Mursyid, dia akan silau dan akhirnya akan tergelincir. Mereka yang istiqomah dalam ibadah dan medapat keramat karena ibadahnya, tapi kemudian mereka berpaling kepada keramat tersbut maka perjalanan ibadah mereka menuju Allah telah berhenti dan menjadi batal. Bagi mereka keramat telah menjadi hijab atau tabir dalam memandang Allah. Berbeda halnya dengan orang-orang yang muhaqiq (ahli hakikat). Mereka niscaya tidak akan terpesona dengan keramat apapun karena bagi mereka hanya Allah yang menjadi tujuan. Mereka akan selalu istiqomah berjalan kepada Allah tanpa terganggu oleh keramat-keramat itu sendiri. Nabi menjelaskan, istiqomah sesungguhnya adalah lebih baik dari seribu keramat.
Lalu ketika semua kekasih Allah justru tidak pernah bermimpi, tidak pernah mengharapkan, dan tidak pernah terpukau dengan keramat yang datang dari Allah, mengapa pula manusia yang dalam perjalanannya kepada Allah belum istiqomah, mengimpikannya, mengharapkannya dan terpesona?


Sumber : Majalah Kasyaf Edisi 13

Keburukan Struktur Organisasi Lini dan Fungsional pada Sekolah


Sekolah adalah sebuah organisasi pendidikan yang berfungsi untuk mencerdaskan bangsa. Dalam  sekolah juga memeliki 2 bentuk struktur organisasi, yaitu struktur organisasi garis dan struktur organisasi fungsional. Kedua struktur organisasi itu dipakai karena sekolah merupakan fondasi dari suatu lembaga pendidikan. Sehingga dengan digunakannya struktur organisasi tersebut diharapkan dapat membuat sistem kepengurusan organisasi yang terpadu dan teladan.
2 Struktur tersebut yaitu :
- Struktur organisasi garis/staff adalah organisasi yang terencana, maksudnya semua keputusan dikaji secara detail. Pada organisasi ini wewenang atasan mutlak adanya, jadi atasan memiliki bawahan khusus yang menerima langsung perintah atasan tersebut. Kepada atasan bawahan tersebut harus bertanggung-jawab atas pelaksanaan pekerjaannya. Dalam hal ini terdapat satu atau beberapa staff yang bertugas memberi nasehat ataupun saran-saran yang sesuai dengan bidangnya kepada pimpinan dalam organisasi tersebut. Dalam hal ini Kepala Sekolah menugaskan kepada wakilnya dan wakilnya menugaskan kepada para guru dalam menjalankan suatu sistem pendidikan.
- Struktur Organisasi Fungsional adalah fungsi-fungsi yang ada dalam organisasi tersebut, seperti fungsi kesiswaan, kurikulum, tata usaha, administrasi dan sebagainya. Dalam organisasi fungsional, seorang staff tidak bertanggung-jawab kepada satu atasan saja. Pimpinan memiliki wewenang pada satuan-satuan organisasi di bawahanya untuk bidang pekerjaan tertentu. Pimpinan berhak memerintah semua karyawan di semua bagian selama masih ada hubungannya dengan bidang pekerjaan yang dimaksud.
Dalam kedua organisasi tersebut terdapat beberapa keburukan, pada struktur organisasi garis/staff keburukannya yaitu :
a. Susunan kepengurusan organisasi yang rumit,
b. Kurangnya rasa solidaritas antar staf,
c. Perintah yang diberikan tidak semua dapat terealisasikan.
Sedangkan pada struktur organisasi funsional keburukannya, yaitu :
a. Terlalu banyak yang memberi perintah sehingga staff di bawahnya akan merasa bingung untuk melaksanakannya,
b. Ketidakpaduan atau kesinkronisan karena antar staffnya memiliki perbedaan ke- ahlian.

Struktur Organisasi Garis/Staff dan Organisasi Fungsional

  
   Organisasi ini adalah sebuah organisasi dimana wewenang dari pimpinan tertinggi dilimpahkan kepada bagian di bawahnya yang mempunyai keahlian tertentu serta sebagian kepada pejabat fungsional yang berkoordinasi tetap diserahkan kepada kepala bagian.

   Dan memiliki beberapa ciri, yaitu :

1. Tidak tampak adanya pembedaan tugas pokok dan bantuan.
2. Spesialisasi secara praktis pada pejabat fungsional.
3. Pembagian kerja dan pelimpahan wewenang tidak membedakan perbedaan tingkat eselon.

Dalam hal ini di contohkan pada lembaga pendidikan yaitu sekolah.

Sekolah memeliki dua jabatan dalam hal mengurus Administrasi (Wakasek) dan Kemahasiswaan (Wakasek), dan kedua ini memeliki bawahan yang dapat di atur atau di beri wewenang oleh kedua pejabat tersebut, yaitu Akutansi (Guru), Matematika (Guru), dan Bahasa Inggris (Guru). dan sebagai pejabat fungsional (Karyawan)

Namun dalam organisasi ini memiliki kelemahan/ keburukan, yaitu :

1. Kurangnya fleksibel
2. Pejabat Fungsional akan mengalami kebingungan karena di kordinasikan orang beberapa orang
3. Spesialisasi memberikan kejenuhan.


Referensi :
Bab2 Pbisnis Sistem Informasi Manajemen

Tuesday, December 29, 2009

Manajemen Strategik

Dalam perusahaan harus ada visi dan misi, lalu perusahaan menentukan tujuan jangka panjang, setelah itu perusahaan menggeneralisasikan, mengevaluasi, dan memilih strategi yang akan diterapkan, setelah itu perusahaan mengimplementasikasn dengan isu manajemen yang terkait, lalu mengimplementasikan dengan kegiatan pemasaran, akunting, R&D, dan ics. Dan langkah terakhir adalah perusahaan mengukur dan mengevaluasi strategi yang dipakai. (hal diatas harus diaudit dari pihak eksternal dan internal).

Peran-peran dalam manajemen strategik :

1. Formulasi strategi --> internal ( pemilik, manajemen), --> eksternal (konsultan)
2. Implementasi strategi--> seluruh personel
3. Evaluasi strategi--> bawahan dievaluasi oleh atasan

Fungsi manajemen strategik :

Finansial :
1. Meningkatkan sales
2. Meningkatkan produktifitas
3. Meningkatkan profitabilitas

Non Finansial :
1. Mengetahui strategi pesaing
2. Meningkatkan kesadaran akan ancaman
3. Mengurangi resistensi perubahan
4. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

Alasan perusahaan tidak menggunakan manajemen strategik :
1. Gaji yang rendah
2. Kemalasan
3. Biaya yang banyak
4. Waktu yang lama
5. Pemadaman masalah
6. Terlalu percaya diri
7. Sudah puas dengan kesuksesan
8. Takut gagal

Fungsi tujuan bagi perusahaan :
1. sebagai motivasi
2. sebagai legitimasi
3. sebagai dasar organisasi
4. mengkhususkan dari pada misi
5. sebagai pedoman

Fungsi Merger :
1. mendapatkan teknologi baru
2. mengurangi wajib pajak
3. memperoleh akses ke distributor, pelanggan, produk, pemasok, dan kreditor.
4. mengurangi personel manajerial
5. memperoleh skala ekonomis

Sumber

Monday, December 28, 2009

Keajaiban Hati

   Dalam diri setiap manusia ada segumpal daging yang dinamakan hati. Ia merupakan landasan dari watak dan sifat seseorang. Baik dan buruk karakter seseorang tergantung dari hati yang dimilikinya. Bila hatinya baik maka baiklah dia. Demikian pula sebaliknya.

       Watak dan sifat adalah dua hal yang berbeda, dan hati bisa membentuk keduanya. Sifat merupakan zat karakter. Ada hati yang dinamakan nafsun yang membentuk sidat. Sedangkan watak atau karakter adalah bawaan lahir yang tidak bisa diubah. Kalaupun lewat proses pembinaan yang baik, perubahaannya tidaklah seberapa.

       Watak diturunkan secara genetik. Dan hati yang telah terbentuk oleh lingkungan kemudian mempengaruhi watak. Pembentukan watak bukan pada saat proses perkembangan jasmani seseorang, tapi dimulai sejak terjadinya pembuahan dalam rahim, yang diawali dari bertemunya sperma laki-laki dengan sel telur wanita.

       Watak dan karakter seseorang dapat dilihat dari garis wajahnya. Keras atau tidaknya hati seseorang dapat terbaca dari air muka yang memancar. Orang yang pemarah maupun orang yang penyabar tergambar jelas pada garis wajahnya. Dan itu terlihat langsung tanpa memakai basyirotul qolbi. "Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (Adz Dzaariyat: 20-21). Perintah membbaca sebagaimana dinyatakan dalam surat itu merupakan penegasan, bahwa anggota tubuh pun dapat dibaca oleh umat manusia. "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (Al Israa': 14).

        Setelah garis wajiah, ada pula garis tangan yang dapat dibaca. Karena pada hakikatnya garis tangan adalah juga tulisan (teks) yang dapat dibaca secara langsung tanpa memakai basyirotul qolbi. Letak geografis suatu daerah mempengaruhi watak dan karakter masyarakatnya. Seperti orang yang tinggal di daerah pesisir yang beriklim panas dan lingkungannya yang keras, rata-rata orang-orangnya juga memiliki karakter keras, yang kemudian melahirkan pula anak keturunan yang juga berwatak keras.

        Dalam urusan memilih pasangan hidup, sangat penting memperhatikan soal bibit-bobot-bebet. Kualifikasi tidak sebatas bagus secara fisik, tapi sekaligus latar belakang spiritual. Dan orang yang kualitasnya baik untuk ketiga hal itu insya Allah memiliki gen yang baik, yang pada gilirannya akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Karena orang yang semacam itu  adalah orang baik dan bagus secara fisik maupun jiwa dan ruhaniahnya.

        Bagi seorang wanita yang ingin menghasilkan keturunan yang baik, maka ketika hamil ia harus menjaga betul jiwa dan perangainya dan harus bisa menjadi wanita yang sholehah. Seperti misalnya bila ia bersuamikan seorang yang pemarah, ia jangan terpancing menjadi seorang yang pemarah pula. Seorang wanita sholehah adalah yang bisa menyejukkan hati suami, sekaligus pandai membangun semangat ketika sang suami sedang lesu. Ia juga bisa mempengaruhi sang suami sehingga menjadi laki-laki yang lebih sabar.

        Karakter seorang anak tidak hanya dipengaruhi oleh perangai sang ibu. Karena hakikatnya, seorang anak adalah anugerah Allah SWT yang dititipkan pada tulang sulbi ayahnya. Seorang laki-laki yang temperamental akan menularkan emosinya yang tinggi pada sang anak. Bahkan, beberapa penyakit menurun seperti asma, biasanya diperoleh seorang anak dari bakat asma yang dimiliki ayahnya. Karena gen seorang laki-laki lebih dominan dan lebih berpengaruh terhadap anak keturunannya. Ibaratnya, seorang laki-laki adalah pembawa benih dan seorang wanita adalah ladang persemaian. Seberapa baik benih ditanam maka hasilnya pun tergantung dari perawatan ketika benih itu berkembang dalam ladang persemaian. Maka, agar menghasilkan keturunan yang baik, dibutuhkan bibit yang baik dari seorang ayah dan dibutuhkan pula perawatan yang baik saat berada dalam ladang persemain milik seorang ibu.

       Dalam hadist dinyatakan bahwa Rasulullah SAW menghimbau umatnya agar memperbanyak keturunan. Tapi, tentu saja keturunan yang berkualitas baik secara priologis maupun spiritual, Makanya, beliau bersabda: "Perbanyaklah keturunan, sehingga kelak aku bangga di akherat, karena umatku yang berkualitas banyak."

       Sifat seseorang bisa dibentuk atau dipola sejak gen seorang laki-laki dititipkan ke rahim seorang wanita. Dan proses kejadian seorang manusia melalui sari pati tanah, yakni 3 kali 40 hari usial kehamilan adalah saat di mana Allah SWT memasukkan ruh kedalamnya. Setelah ruh ditiupkan itulah kemudian dimulainya pembentukan sifat. Pembentukkan sifat tergantung dari watak seorang ibu. Sedangkan pembentukkan watak tergantung dari seorang ayah. Maka, seorang ibu yang baik, yang sayang pada anak yang dikandungnya, ketika hamil ia harus banyak berzikir dan banyak mengkaji nilai-nilai agama. Sehingga ia menjadi orang yang religius dan pandai mengendalikan emosi. Karena bila ketika hamil emosi seorang ibu kerap meledak-ledak, maka hal itu akan terekam oleh janin yang dikandungnya dan memberi pelajaran pada sang anak untuk menjadi seorang pemarah dan emosional. Sedangkan, kewajiab seorang suami ketika istrinya hamil, salah satunya adalah menjaga emosi sang istri agar tidak mudah marah.

       Ketika wanita hamil jangan hanya sibuk membaca surat Yusuf agar anaknya tampan seperti Nabi Yusuf. Yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan banyak hal baik demi kepentingan pembentukan sifat diri anak itu sendiri. Dan ketika sang anak sudah lahir, maka dimulailah proses pengukuhan watak dan sifatnya. Maka sejak itu orangtuanya berkewajiban mengenalkan berbagai pejaran. Mulai dari pelajaran agama, budi pekerti yang baik hingga berbagai hal yang berhubungan dengan ketuhanan.

       Di luar banyak nasihat baik yang wajib diajarkan, orang tua berkewajiban pula memberi contoh yang baik. Seperti misalnya tentang kepatuhan menjalankan ibadah ritual, hingga kepatuhan menjalankan berbagai ibadah sosial. Karena seorang anak lebih mudah mencontoh ketimbang menghafal sederet nasihat. Pembentukan yang baik yang di ajarkan pada seorang anak dari kecil melalui pelajaran agam, akan meminimalisir watak-watak yang buruk.

       Orang tua yang baik adalah mereka yang pandai menyembunyikan konflik dari hadapan anak-anaknya. Dan tidak saling menjelekkan satu sama lain di hadapan anaknya. Karena bila seorang anak diajarkan untuk menjelek-jelekkan ayah dan ibunya, demi untuk menarik simpati sang anak , maka hal itu sama saja mencetak anak durhaka dan menjerumuskan kedalam neraka.

       Tanggung jawab orang tua atas anak-anaknya memang tidak ringan. Tidak hanya sebatas tanggung jawab materi dan fisik saja. Tapi sekaligus meliputi tanggung jawab prosikologis dan spiritual. Dan tanggung jawab itu telah dimulai sejak sang anak dalam kandungan, hingga dewasa kelak.

        Bekal untuk menjadi orang tua yang baik tentu saja memahami agama dengan baik, mematuhi rambu-rambu agama, dan memahami ilmu tauhid dan hakikat. Selanjutnya, istiqomah mempraktekkan ilmu tarekat yang diberikan oleh Mursyid, dan memperbanyak zikir. Agar terbentuk pribadi yang sholeh secara spiritual maupun sholeh secara sosial. Yang juga kalah pentingnya lagi adalah meminta bai'at kepada Mursyid yang sampai silsilahnya kepada Nabi Muhammad SAW yang tarekatnya disebut muktabaroh, artinya yang legal menurut Islam. Dan tarekat yang demikian cirinya adalah zikir selalu Laailaha Ilaa Allah. Sebelum zikir diawali sholawat membaca Al fatihah sebagai tawaul kepada guru-gurunya. Ta'dzim. taslim, dan beradab dengan adab yang baik.


Ref : Kitab Ihya & Siarussalikin karya Imam Ghazali yang di kaji oleh Maulana Hizboel Wathoni


    

Friday, December 18, 2009

Raja Jadi Pengemis

   
   Abu Nawas kaget, ketika tiba-tiba ia disuruh datang ke istana. Disana telah menunggu baginda raja yang tengah duduk tegap di singgasana istana.
      "Apa kabar, Abu Nawas?" sapa baginda. Aku benar-benar mengharap bantuanmu". Bantuan apa, baginda?" Abu Nawas balik bertanya.
      "Begini, Abu," Baginda mulai bercerita, "Aku dengar Tuan Habul sudah mulai membangkang terhadap kewajiban negara. Pembantu-pembantuku di daerah melaporkan kalau dia sudah tidak mau lagi membayar zakat. Padahal dia orang yang kaya raya". "Mengapa Baginda tidak panggil saja dia ke istana? Lantas jebloskan ke dalam penjara. Habis perkara. Gitu aja kok repot..."

       "Sebenarnya bisa saja aku berbuat begitu. Tapi apa tidak ada cara lain? Soalnya sayang kalau aku menghukumnya. Bagaimana pun dulu dia adalah orang yang paling rajin membayar zakat. Tapi entah mengapa, semakin dia kaya, semakin malas pula dia membayar zakat."
        Sebenarnya kalau ingat nama Tuan Habul, Abu Nawas inginnya dia dipenjara. Karena seantero negeri tahu, Tuan Habul orang yang sangat pelit. Hampir tidak ada orang yang menyukainya. Kecuali mungkin antek-anteknya saja. Tapi karena ini perintah baginda, mau tak mau Abu Nawas ikut pula memikirkan jalan keluarnya.
        "Begini saja, Baginda," usul Abu Nawas. "beri hamba kesempatan berpikir untuk membuat dirinya sadar. Tapi tentu saja selama berpikir, hamba tidak bisa bekerja mencari nafkah buat keluarga. Oleh sebab itu hamba minta ganti rugi selama hamba berpikir menyelesaikan masalah ini."
        "Sudah kuduga sejak semula. Kau pasti meminta imbalan kalau kuminta bantuan. Ini bawa!" ujar baginda kesal seraya menyodorkan uang dua ratus dinar kepada Abu Nawas. Sambil cengar-cengir, Abu Nawas membawa pulang uang pemberian Baginda.
        Seminggu kemudian Abu Nawas datang ke istana. Dia datang dengan segudang rencana yang telah disusunnya.
         "Bagaimana, Abu Nawas? Sudah ketemu jalan keluarnya?" tanya Baginda.
         "Beres Baginda. Cuma caranya Baginda dan saya harus menyamar menjadi pengemis. Apakah Baginda bersedia?".
         Semula Baginda agak kaget juga mendengar usul Abu Nawas. Tapi karena keinginan kuat menyadarkan Tuan Habul, Baginda akhirnya bersedia. Dengan menyamar menjadi pengemis, Abu Nawas dan baginda raja datang ke rumah Tuan Habul. Pucuk dicinta ulam tiba, Tuan Habul sedang ada di rumah. Abu Nawas pun segera uluk salam.
         "Selamat pagi, Tuan. Kami ini pengemis. Apakah Tuan ada sedikit uang receh?"
         "Tidak ada!" Jawab Tuan Habul dengan angkuh.
         "Kalau begitu, apakah Tuan punya pecahan roti kering sekadar untuk menggal perut kami yang sedang lapar?".
         "Tidak ada!"
         "Kalau begitu, kami minta air putih saja. Tidak banyak, masing-masing satu gelas saja." "Sudah kubilang sedari tadi aku tidak punya apa-apa!" Tuan Habul mulai tidak bisa menahan emosinya. Dan rupanya jawaban ini yang ditunggu-tunggu Abu Nawas.
         "Kalau Tuan tidak punya apa-apa," cetus Abu Nawas, "mengapa Tuan tidak ikut kami saja menjadi pengemis?" Wajah tuan habul pucat mendengar cetusan Abu Nawas. Rasa marah, tersinggung dan terhina bercampur aduk menjadi satu.
          Tapi, Belum sempat kesadaran Tuan Habul pulihm Abu Nawas dan Baginda segera membuka kedoknya.
          "Bagaimana, Habul?" kali ini giliran Baginda yang berbicara, "mau pilih jadi orang kaya atau orang yang tidak punya apa-apa, ya ikut saja Abu Nawas mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kalau pilih menjadi orang kaya, ya jangan lupa membayar zakatnya. Bukan begitu, Habul?" Mendengar penuturan Baginda, Tuan Habul terdiam seribu bahasa. Dia merasa sangat malu.
          Sedang Abu Nawas hanya cengengesan menyaksikan kejadian itu. "Enak saja baginda menyuruhku menjadi pengemis," gumam Abu Nawas sambil mengumpat dalam hati. Apa boleh buat, zakat memang wajib hukumnya bagi orang yang mampu menunaikannya.

(Dari berbagai sumber)










Thursday, December 17, 2009

Mengolah Rasa

Jangan merasa bisa, jangan merasa lebih, jangan merasa ada, jangan merasa apapun


   Sebutlah seorang Mursyid yang mengelana bersama beberapa salikin. Mursyid sengaja membawa mereka berjalan-jalan untuk memberi pelajaran secara langsung. Ketika tiba di sebuah tempat bertemulah rombongan mereka dengan seseorang yang kemudian menasehati Mursyid, agar tidak begini begitu, dan seterusnya. Bahkan tak lupa orang tersebut memberikan lembaran-lembaran kertas berisi doa-doa unutk diamalkan oleh Mursyid.

      Melihat kejadian itu para salikin menjadi marah. Dalam pandangan mereka, orang yang menasehati Muryid adalah orang yang kurang ajar. Orang itu harus diberi tahu bahwa yang dia hadapi adalah seorang Mursyid, yang keilmuannya jauh melebihi orang tersebut. Beberapa salikin kemudian hendak menegur orang tadi sebelum kemudian dicegah oleh Mursyid mereka. "Kalian tidak lulus ujian. Karena tersinggung dan marah berarti kalian masih merasa lebih". Demikian kata Mursyid. Para salikin pun diam membisu.

      Merasa lebih dan merasa bisa adalah salah satu penyakit hati. Beberapa ulama menyebutkan sebagai kibir yang termasuk cabang dari sifat sombong. Sifat itu bersemayam di hati setiap manusia, kecuali manusia yang ikhlas. Ia bisa bersemayam pada hati seorang suami yang merasa mampu membiayai istri dan anak-anaknya. Pada seorang istri yang merasa paling dicintai oleh suaminya. Pada murid yang mengaku dirinya lebih pintar dari gurunya. Guru yang merasa bisa memberi ilmu kepada muridnya. Pada pemimpin yang merasa bisa memimpin. Pada rakyat yang merasa bisa menentang pemimpinnya. Pada orang kaya yang merasa menjadi penderma harta. Pada orang miskin yang merasa dikasihani orang kaya. Pada siapa saja yang merasa bisa dan merasa lebih.

      Seorang yang memiliki sifat sombong niscaya mudah marah dan mudah tersinggung. Dua perangai itu merupakan satu kesatuan dengan kesombongan yang asal usulnya bersumber dari api. Karena sifat api selalu dan pasti menyala ke atas, maka demikian pula dengan orang sombong, yang selalu dan pasti merasa di atas yang lain. 

Jika api sudah bersemayam dalam hati manusia dipastikan tak akan ada lagi kesejukan. Meski menyelam ke dasar telaga yang paling dingin pun, hati mereka akan terasa panas. Perasaan lebih dari orang lain, adalah api yang membakar hati. Ibarat sebuah rumah yang terbakar, maka seisi rumah akan pengap dan gelap karena asap yang ditimbulkan oleh api. Demikian pula manusia yang hatinya terbakar oleh kesombongan. Jiwanya hangus dan kesadarannya lenyap karena terhalang oleh gelapnya kemarahan.

      Orang yang sombong dengan ilmunya akan marah jika ada yang mengatakan atau menganggapnya bodoh. Orang yang sombong dengan harta dan kedudukannya akan tersinggung ketika dilecehkan. Orang yang sombong dengan kebenarannya tidak akan menerima ketika ada yang mengingatkan atau menyalahkannya. Intinya, orang sombong selalu merasa di atas orang lain.

      Dikisahkan pada suatu hari seorang salikin melakukan khalwat di sebuah tempat sepi agar sampai kepada Allah. Berminggu-minggu dia menyendiri. Dan suatu hari salikin itu berkata dalam hati bahwa besok atau setelah khalwat itu hatinya akan terbuka. Seorang wali Allah mendengar gemeretak rasa si salikin dan kemudian menegurnya. "Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduhai badan, kenapa kamu beribadah hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali".

     Perasaan yang dialami oleh salikin tadi adalah sebuah perasaan yang ditimbulkan oleh seseorang yang hatinya menyimpan rasa (ada). Padahal ketuka seseorang merasa ada, pada saat itukah dia menisbikan Allah. Manusia yang merasa menjadi wali, menjadi penguasa, menjadi penderma dan sebagainya, pada hakikatnya telah meniadakan Dzat yang ada yaitu Allah SWT.

Mereka yang mempunyai dua sifat itu tidak akan pernah sampai kepada ALlah, meskipun dia sudah merasa mengabaikan dunia. Dua sifat itu menyesatkan dan menjauhkan kita dari kebaikan yang sangat besar (ma'rifah)

      Obat mujarab untuk mengikis sifat sombong ada dua. Pertama, istiqamah. Yaitu selalu menetapkan diri dan hati dalam memandang Allah. tak ada sesuatu pun yang tampak, melainkan hanya Allah. Pada kisah Mursyid diawal tadi, seharusnya yang dilakukan salikin adalah bukan marah ataupun balas menasehati. Namun justru memandang dan mengembalikan semunya kepada Allah. Demikian pula pada kisah ke dua, tentang salikin yang merasa akan sampai kepada Allah, seharusnya pun mengembalikan semuanya hanya kepada Allah.

      Kemudian obat yang kedua adalah dengan memberi maaf. Hanya dengan memeberi maaf semua kemarahan akan menjadi padam. Nabi mengatakan bahwa, "Jika engkau marah segeralah mengambil wudu". Dan wudu dalam hal ini bukanlah semata-mata wudu lahiriah, yang mengandung pengertian menyiram air pada wajah, tangan, kepala hingga kaki. Melainkan wudu hakikat, yakni membersihkan hati dan jiwa dengan cara memberi maaf. Percuma menyiramkan air ke seluruh tubuh, jika setelah itu hati tetap membara. Dan hakikat wudu sebagaimana dimaksudkan Nabi adalah maul barid atau air yang menyejukkan. Sementara tidak ada air yang lebih menyejukkan kecuali memberi maaf.

      Insya Allah dengan cara istiqamahi dan kesediaan memberi maaf, sifat merasa ada dan merasa bisa, akan sirna dari dalam hati. Dan pada saat itu kita akan dapat menyaksikan keindahan wajah-Nya.

Oleh : Syekh Maulana Hizboel Wathony Ibrahim 


Wednesday, December 16, 2009

Memaknai Cinta

Cinta merupakan anugerah yang Allah letakkan pada setiap hati manusia, juga sekaligus sebagai ujian dan cobaan. Dengan cinta, seseorang dapat berinteraksi dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya. Atas nama cinta, manusia dapat menerima perlakuan yang tidak sewajarnya. Karena itu, jangan mengatasnamakan cinta bila hendak melanggar norma-norma agama, etika, dan budaya. Karena di samping cinta, manusia juga dilengkapi hati, jiwa, akal dan pikir yang dapat mengatur dan mengawasi perjalanan cinta.

Jika ingin dicintai Allah, maka jangan mencintai selain diri-Nya. Jika ingin dicintai manusia, maka jangan mengharap sesuatu yang ada padanya.

Oleh karenanya, jika ingin selamat dari tipu daya dunia maka jangan mencintai sesuatu atas dorongan ambisi ingin memiliki dan menguasai.

Cintailah sesuatu apa atau siapa pun atas dasar memelihara amanat dan anugerah Allah yang suatu saat akan diambil oleh Sang Empunya (Allah).

Oleh : Syekh Maulana Hizboel Wathoni.

Puasa untuk Mengenal Allah

Ketika puasa yang dilakukan oleh ular menghasilkan kulit yang baru, dan ayam yang berpuasa menghasilkan anak ayam, lalu apa yang dihasilkan oleh puasa manusia ?
 

 Apa yang membedakan antara orang yang berpuasa dengan orang yang kelaparan? secara obyetif tidak ada. Perut mereka sama-sama melilit, semetara mulut mereka juga kering. Namun secara subyektif mereka berlainan. orang yang berpuasa sengaja berniat melaparkan diri sementara orang yang kelaparan kemungkinan besar tidak berniat untuk itu. Karena unsur niat itulah, pada titik tertentu bisa menyebabkan orang yang kelaparan, misalnya, menderita busung lapar atau mengalami rusaknya beberapa sel di lambung mereka. Namun orang yang berpuasa malah bisa bertambah sehat, karena sel-sel lambungnya diistirahatkan untuk bekerja.


   Lalu apakah kalau demikian bisa diambil kesimpulan bahwa berpuasa memang bermanfaat, meskipun katakanlah hanya menyangkut soal kesehatan? Belum tentu.Karena puasa yang diniatkan sekalipun, pada akhirnya bisa merusak kesehatan bahkan lebih parah dari penderitaan orang yang kelaparan jika puasanya tidak dilakukan dengan sebuah kesadaran. Orang yang berniat puasa, namun pada saat melalukan puasa masih memikirkan hidangan apa yang akan menjadi santapan pembuka misalnya, adalah puasa yang tidak dilakukan dengan kesadaran. Akibat yang paling mungkin dari puasa semacam itu adalah munculnya perilaku jiwa yang gelisah karena menunggu saat berbuka.


   Puasa adalah ibadah rahasia yang berbeda kadar dan nilainya, dibanding ibadah lain seperti shalat, zakat, atau haji. Bukan semata karena ibadah puasa tidak memiliki gerakan atau tindakan yang kasat mata seperti gerakan-gerakan dalam shalat atau tindakan tangan membayar zakat melainkan karena ia sepenuhnya adalah ibadah rasa yang diketahui oleh si pelaku dan Allah. Karena bersifat rasia Allah, maka yang tahu kadar dan nilai puasa yang dilakukan sudah benar sebagai puasa, tentunya hanya Allah SWT.


   Orang yang berpuasa mungkin saja tahu, namun pengetahuannya akan puasa yang dilakukannya hanya sebatas dugaan yang belum tentu tepat dan belum tentu tidak tepat hanya sebuah klaim dari rasa. Hadits qudsi dari Muttafaq'alaih yang menegaskan "Setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus lipat, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberi pahalanya" adalah isyarat bahwa hanya Allah yang tahu rahasia dari puasa yang dilakukan mahkluk (manusia).


   Karena bersifat rahasia, maka puasa tidak secara linier bersangkut paut dengan laparnya perut, keringnya mulut, dahaganya kerongkongan dan padamnya gelora syahwat. Perut yang lapar, kerongkongan yang dahaga dan syahwat yang padam, hanya sebuah media agar manusia insyaf dengan ketidakberadaannya sebagai manusia. Jauh-jauh hari Nabi sudah mengingatkan, bahwa "Ramai orang berpuasa namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga." Salah satu penyebabnya, karena manusia hanya sanggup memuaskan jasmaninya yaitu perut, mulut, kerongkongan dan organ seksnya, tapi tidak dengan pikiran, jiwa dan hatinya. Hasilnya bisa ditebak : lapar dan dahaga yang diperoleh dari puasa tidak berbekas pada perilaku (akhlak) bahkan pada saat periode puasa itu dilakukan.


   Maka liatlah ular yang menempuh puasa kemudian menghasilkan kulit baru yang lebih baik dari kulit sebelumnya. Perhatikanlah induk ayam yang berpuasa selama 21 hari menghasilkan anak-anak ayam penerus kehidupan. Saksikanlah beruang kutub yang berpuasa pada musim dingin menjadikan benih-benih ikan kod lebih siap diburu. Hiu yang berpuasa menghasilkan gigi baru. Singkat kata, puasa yang dilakukan dengan sebuah kesadaran betapapun kesadaran itu hanya sebatas naluri seperti binatang-binatang itu pada akhirnya memang menghasilkan sesuatu.


   Puasa ramadhan yang dilakukan orang-orang beriman seharusnya menghasilkan sesuatu itu. Sesuatu itu misalnya bisa berupa keinsyafan untuk tidak lagi berperilaku takabur, tidak dengki, tidak aniaya, tidak malas, tidak merasa paling dan sebagainya. Pada tataran sosial, sesuatu itu bisa menjelma kesadaran untuk tidak melakukan korupsi kendati peluang untuk itu ada, tidak menyuap dan bersedia disogok untuk urusan apapun, tidak kikir dan menumpuk-numpuk harta, tidak sewenang-wenang bila menjadi pemimpin, tidak khianat bila dipercaya, dan sebagainya. Pada wilayah yang khusus, sesuatu itu bahkan bisa berupa kearifan pengetahuan (marifat) bahwa memang tidak ada yang pantas dimasukkan kedalam pikiran, jiwa, dan hati melainkan hanya ALLAH SWT.


Oleh: Rusdi Mathari