Mahasuci Allah yang telah menutupi rahasia keistimewaaan orang pilihan dengan tampaknya sifat-sifat kemanusiaan, dan yang telah menampakkan kebesaran sifat-sifat ketuhanan dengan mewujudkan penghambaan.
Orang-orang yang telah dipilih Allah untuk memperoleh (keramat), adalah orang-orang yang diistimewakan Allah. Dan Allah menyempurnakan keistimewaan hamba-hamba-Nya dengan cara menyembunyikan dibalik sifat-sifat basyariah (jasmani), sehingga hamba yang isitimewa ruhaninya, jasmaniahnya tampak biasa dan tetap dapat berinteraksi dengan sesamanya (makhluk lahiriah). “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.’ Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (Al Kahfi : 110)
Mendapat pertanyaan dari para muridnya tentang keramat, Syekh Abul Hasan Asy Ayadzili kemudian menjelaskan tentang apa itu keramat. Keramat adalah kemuliaan dari Allah yang diberikan kepada manusia yang jasmani, jiwa dan ruhaninya tak pernah berpaling dari Allah. Di antara keramat para siddiqin demikian Asy Syadzili menyebut manusiayang selalu memandang Allah adalah, selalu taat dan ingat pada Allah secara istiqomah, zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi), dan bias menjalankan perkara yang luar biasa, seperti melihat bumi, berjalan diatas air dan sebagainya. Mereka yang terpesona dan mengharapkan keramat Allah adalah orang yang lebih bodoh dari orang yang tak menyakini adanya keramat.
Di dalam Mindhajul Abidin, Imam Al Ghazali menyebut ada 40 keramat dari Allah yang diberikan kepada manusia yang menyegerakan diri menuju kepada Allah. Dua puluh diberikan di dunia dan 20 keramat yang lain diberikan di akherat. Keramat itu dimulai dari lisan sampai detak jiwa dan ruhnya, yang sealalu menyebut dan memuji Allah, hingga keramat untuk bertemu dengan Allah. Keterangan Al Ghazali itu dikutip oleh Syekh Muhammad Nafis Al Banjari, di dalam kitab Ad Durr An Nafis atau permata yang indah.
Keramat dari Allah sejatinya melimpah. Ia tidak hanya terbatas kepada hal-hal yang bersifat khariqul adah (di luar kebiasaan manusia) melainkan lebih luas. Keramat kariqul adah bias berupa kemampuan berjalan di atas air, menembus dinding, tidak mempan dibacok atau ditembak dan sebagainya. Keramat dalam pengertian yang lebih luas bias berupa anugerah harta, ilmu, kesehatan dan sebagainya. Hanya manusia yang tidak berfikir, yang tidak memahami tentang keramat dari Allah.
Tujuan Allah menganugerahkan keramat kepada siapa saja yang Dia kehendaki adalah untuk menguatkan kenyakinan bahwa jika Allah menghendaki, sesungguhnya tidak ada yang bisa menghalangi dan pasti harus terjadi. Keramat dalam konteks ini harus dipahami juga sebagai wujud kasih sayang Allah kepada hamba yang dicintai-Nya. Mereka adalah orang-orang siddiqin kata Asy Syadzili, para wali Allah menurut sebagian ulama, atau orang-orang yang istiqomah kata mualif.
Tentang keramat, karena itu harus dipandang dan disikapi dengan hati-hati. Bukan saja karena keramat itu bisa juga diberikan kepada orang yang belum benar-benar istiqomah, selain diberikan kepada Wali Allah, namun karena pada hakikatnya keramat itu dari Allah memiliki makna positif dan negatif. Makna positif dan negatif dalam hal ini harus dipahami bukan semata karena sifat keramat itu sendiri, melainkan lebih karena akibat yang ditimbulkan oleh adanya keramat itu.
Keramat positif adalah kemuliaan dari Allah, yang diberikan atau ditunjukkan kepada seseorang sehingga dapat menambah kuat keyakinan, dan menambah kedekatan oranng tersebut kepada Allah. Misalnya orang yang dianugerahi Allah dengan kekayaan melimpah lalu orang tersebut hanya menafkahkan seluruh hartanya di jalan Allah; orang yang memiliki kedudukan atau jabatan penting tertentu dan memanfaatkan jabatan dan kedudukkannya hanya untuk kepentingan agama dan perjuangan di jalan Allah.
Banyak contoh nyata tentang orang yang dikaruniai keramat, namun makin menambah keyakinan dan kedekatan orang tersebut kepada Allah. Salah satu keramat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW, adalah kesanggupan membelah bulan hanya dengan telunjuk jari tangannya. Namun dengan keramat yang dimilikinya, Nabi juga dikenal sebagai orang yang paling dekat dengan Allah. Ketikan nabi Musa As, diberi keramat oleh Allah dengan kemampuan membelah lautan, hal itu semakin menyebabkan Musa tidak berpaling kepada Allah.
Keramat negative (istidzroj) adalah keramat yang ketika Allah memberikannya kepada seseorang, orang tersebut lalu semakin jauh dari Allah dan bahkan berpaling. Tidak sedkit yang mendapat kedudukan dan jabatan yang kemudian ingkar kepada Allah. Banyak orang yang berilmu tapi menjadi penentang Allah. Mereka yang sehat tidak pernah menggunakan waktunya untuk mengingat dan memuji Allah. Mereka yang berjalan menuju Allah dan berguru kepada seorang Mursyid hanya terpesona dengan keramat Mursyid. Bagi orang-orang semacam itu, keramat dari Allah telah menjadi tujuan dan bukan sebagai sarana , sehingga keramat dari Allah kemudian mengunci jasmani, jiwa dan ruh mereka untuk memandang kepada Allah.
Pada zama Nabi dikisahkan seorang yang bernama Sa’labah. Orang ini hidup dalam kemiskinan dan serba kekurangan. Pakaian yang dimiliki hanya selembar itu pun harus dikenakan bergantian dengan istrinya, sementara makan pun jarang di dapatkan, pada suatu hari memintalah Sa’labah kepada Nabi, agar Nabi mendoakannya menjadai orang yang berharta. Alasanya agar dia bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Ketika nabi berujar, “kamu tidak akan kuad wahai Sa’labah,” Sa’labah memaksa Nabi sehingga Nabi pun mendoakan seperti yang diinginkan oleh Sa’labah. Singkat cerita, kayalah Sa’labah dengan memiliki ternak kambing yang sangat banyak. Namun kambing itu pulalah yang kemudian menyebabkan Sa’labah sibuk. Dia mulai ketinggalah shalat berjamaah bersama Nabi. Ketika jumlah kambingnya semakin banyak, dia bukan saja kemudian tak muncul di mesjid melainkan juga lupa membayar zakat.
Nabi mengirim utusan untuk mengingatkan Sa’labah agar setidaknya ia membayar zakat tapi Sa’labah menolak dengan berbagai alasan. Nabi yang mendengar penolakan Sa’labah lalu berucap, “Celakalah Sa’labah.” Bersamaan dengan ucapan Nabi, pada saat itu Sa’labah menyadari kekeliruannya. Namun kesempatan yang baik telah disia-siakan oleh Sa’labah sehingga diceritakan kemudian, Sa’labah akhirnya tersesat oleh kekayaan dunianya.
Kisah Sa’labah dan orang-orang yang memburu keramat Allah disbanding mengejar Allah, adalah beberapa contoh dari keramat negative. Para salikin yang terpesona dengan keramat yang dimiliki oleh Mursyid, dia akan silau dan akhirnya akan tergelincir. Mereka yang istiqomah dalam ibadah dan medapat keramat karena ibadahnya, tapi kemudian mereka berpaling kepada keramat tersbut maka perjalanan ibadah mereka menuju Allah telah berhenti dan menjadi batal. Bagi mereka keramat telah menjadi hijab atau tabir dalam memandang Allah. Berbeda halnya dengan orang-orang yang muhaqiq (ahli hakikat). Mereka niscaya tidak akan terpesona dengan keramat apapun karena bagi mereka hanya Allah yang menjadi tujuan. Mereka akan selalu istiqomah berjalan kepada Allah tanpa terganggu oleh keramat-keramat itu sendiri. Nabi menjelaskan, istiqomah sesungguhnya adalah lebih baik dari seribu keramat.
Lalu ketika semua kekasih Allah justru tidak pernah bermimpi, tidak pernah mengharapkan, dan tidak pernah terpukau dengan keramat yang datang dari Allah, mengapa pula manusia yang dalam perjalanannya kepada Allah belum istiqomah, mengimpikannya, mengharapkannya dan terpesona?
Sumber : Majalah Kasyaf Edisi 13
No comments:
Post a Comment